Sikap Seorang Muslimah Di Perantauan

Hidup jauh dari kedua orang tua dan sanak famili tentu sangat berat, tidak ada lagi yang mengingatkan diri kita secara langsung dan memperhatikan kita secara intensif. Karenanya, diri kita harus bisa menjadi pengontrol bagi diri sendiri. Kita dituntut untuk lebih dewasa dalam memenej diri dan memenej berbagai permasalahan yang kita hadapi. Oleh sebab itu, berikut ini terdapat beberapa tips bagi kita sesama, mahasiswi, selama berada di perantauan.

   1. Membangun Prinsip Hidup

Setiap wanita harus memiliki prinsip hidup yang jelas. Tentunya prinsip hidup ini adalah prisnsip yang berlandaskan prinsip Islam dan bukan sebaliknya, malah melenceng. Prinsip ini akan mempengaruhi pola hidupnya, cara berpikirnya, begitu juga caranya dalam menyelesaikan berbagai problematika hidup.

Prinsip yang membentuk pradigmanya; bagaimana sebenarnya ia memandang kecantikan, bagimana ia memandang perannya sebagai seorang wanita dan masih banyak lagi prinsip yang harus ia pegang. Semua prinsip ini harus bermuara pada; bagaimana Islam mengatur manusia dalam menjalani hidupnya.



   2. Menjaga Izzah Dengan Iffah

Seperti telah disebutkan di atas, seorang wanita harus mampu menjaga harga dirinya (izzah) dengan iffah (menahan diri). Apabila seorang wanita mampu menjalankan iffah dengan baik, maka izzahnya akan terlindungi dengan baik. Dan secara otomatis kecantikan batin (inner beauty) dapat ia peroleh.

Setiap mahasiswi harus mampu menahan dirinya dari berbagai godaan yang mampu melencengkan dirinya dari tujuan awalnya yaitu menuntut ilmu. Bagi seorang mahasiswi ia harus bisa memenej waktu dengan baik; waktu untuk beribadah, bekerja, belajar, berorganisasi dan kegiatan lainnya yang bermanfaat. Jangan sampai terjadi berat sebelah antara berbagai kewajiban yang ia pikul sehingga mengabaikan yang lainnya.

Lebih dari itu, seorang wanita plus mahasiswi hendaknya menghiasi dirinya dengan rasa malu. Tentunya malu yang sesuai dengan syari'at; malu dalam melakukan suatu dosa dan kesalahan. Malu memiliki cakupan yang sangat luas, seseorang yang bisa menghiasi dirinya dengan rasa malu, maka akan mendapatkan sebuah ketenangan. Malu akan menjadi benteng utama baginya untuk menghalau segala bentuk kejelekan yang bisa menjerumuskan diri pada kehinaan.

Dalam hal ini, malu yang bisa menjauhkan diri dari kebaikan tidaklah termasuk ke dalam malu yang dimaksud di atas. Seperti malu untuk bertanya ketika belajar, malu untuk bertanya dalam segala hal kebaikan . Oleh karenanya Rasulullah Saw. memuji para wanita anshar yang tak malu dalam bertanya mengenai Islam. Juga para wanita yang meminta kepada Rasul untuk memberikan kepada mereka satu hari yang khusus, di mana Rasulullah mengajarkan kepada mereka tentang Islam.

Selain mengasah rasa malu, seorang mahasiswi pun harus bisa menjaga dirinya, dengan tidak sering keluar di malam hari. Adapun jika keadaan terpaksa, maka hendaknya tidak keluar sendirian. Juga hendaknya berpakaian sesuai dengan apa yang diwajibkan oleh Islam, tidak berlebihan dalam berdandan dan berpenampilan. Sehingga tidak menimbulkan imege bahwa semua mahasiswi Indonesia borju-borju dan kaya di hadapan masyarakat Mesir.

Apabila setiap wanita mampu menjaga izzahnya, kejahatan-kejahatan yang dulu pernah menimpa dan menjadi pengalaman buruk bagi kita, para mahasiswi, takkan terulang kembali.



   3. Memilih Lingkungan Yang Baik

Ketika kita hidup di Mesir, kita akan merasakan sebuah kebebasan. Kebebasan untuk bertingkah laku, bergaul, menyelesaikan berbagai masalah, semuanya terbuka luas di hadapan kita. Kitalah yang menentukan masa depan dan berbagai keputusan. Selain itu kondisi di mana kita tinggal dan bagaimana lingkungan kita hidup akan ikut memberikan pengaruh dalam membentuk pola kehidupan kita.

Oleh karena itu, acap kali kita dengar salah satu nasehat orang tua ketika anaknya akan pergi merantau adalah menjaga diri dan memilih lingkungan yang baik agar tidak terbawa arus.

Mesir tidak menjanjikan kepada kita sebuah kesuksesan, tapi kita sendirilah yang harus mampu mencari kesuksesan tersebut. Berjalan sendiri akan terasa lebih berat dibandingkan jalan bersama. Di sinilah pentingnya kita memilih sebuah lingkungan yang baik. Lingkungan yang bisa sama-sama saling mengingatkan ketika melakukan kesalahan. Lingkungan yang bisa membawa kita kepada kebaikan, dan bukan sebaliknya.



   4. Menjaga Diri Dalam Pergaulan

Mayoritas para mahasiswi yang sedang menuntut ilmu sedang mengalami masa remaja. Masa yang bisa dikatakan rawan, masa di mana seseorang sedang mencari jati diri yang sebenarnya, masa yang penuh dengan semangat-baik intelektual atau organiasasi--. Oleh sebab itu pada masa ini, seorang mahasiswi harus mampu membentengi dirinya dengan iman, agar tidak memiliki sebuah anggapan bahwa pada masa ini kita harus having fun, cause we are young!

Salah satu fenomena yang menonjol pada masa ini, adalah memiliki teman dekat, alias pacar. Tradisi pacaran seolah-olah telah menjamur kepada tubuh para pemuda dan pemudi Islam, padahal Islam telah mengatur dengan sejalas-jelasnya bagaimana seharusnya seorang berinteraksi dengan lawan jenis.

Sebuah anggapan yang salah jika seorang wanita beranggapan bahwa dengan makin banyaknya laki-laki yang meneleponnya sampai berjam-jam, banyaknya laki-laki yang mengajak kencan, ngobrol bareng, menandakan bahwa ia laku (kalo dalam bahasa gaul). Dan seorang wanita yang tidak memiliki teman laki-laki, menandakan ia kuno atau tidak laku. Anggapan ini menandakan minimnya kesadaran seorang wanita untuk membangun sebuah kecantikan yang sebenarnya.

Lalu bagaimana harusnya sikap seorang wanita terhadap lawan jenis? Islam tidak melarang seorang wanita untuk bergaul dengan lawan jenis, namun Islam memberikan rambu-rambu agar tidak tergelincir kepada godaan syetan. Hendaknya seorang wanita tidak berkhalwat, berbicara dengan nada yang tegas, tidak bersikap cengengesan di depan laki-laki, dan tegas dalam memutuskan sesuatu.

Jadilah seorang wanita layaknya bunga mawar, yang Indah dipandang namun sulit untuk dipetik karena duri-duri menyelimuti tangkai-tangkainya.