Kuingat Sebagai Kejatuhan Masa Khilafah

Merenungkan kewajiban kita mengenai permasalahan Khilafah. Berbagai peristiwa seperti penindasan terhadap muslim Uighur, kecaman Perancis terhadap busana muslim, serbuan Amerika terhadap Afghanistan dan Pakistan, dan pengepungan terhadap Palestina adalah peristiwa-peristiwa yang menunjukkan betapa pentingnya kehadiran Khilafah kembali, suatu Negara Islam Global yang akan menerapkan semua ketentuan Allah dan akan mengembalikan keadilan, kedamaian, dan keamanan bagi semua umat manusia.
 
Pada tanggal 28 Rajab, Umat akan memperingati 89 tahun kejatuhan Khilafah. Sejak hilangnya Khilafah pada tahun 1342H/1924M, umat berada dalam posisi terkungkung oleh dominasi kekuatan kolonial kafir. Dominasi ini hingga sekarang masih berlangsung melalui kaki tangannya dan penguasa bonekanya. Demikian pula, banyak sekali negeri-negeri Eropa yang menunjukkan ketidakpuasannya terhadap muslim di negeri tersebut. Dalam hal ini, kami akan menelaah peristiwa penting akhir-akhir ini dan juga mengingatkan umat bahwa sebenarnya kita semua sangat rentan oleh semua bentuk ancaman. Maka tidak ada lain bahwa jalan keluarnya tidak lain adalah membentuk kembali Khilafah Rashida, sebagaimana Rasulullah dulu membentuk negara Islam pertama dengan menggunakan metoda politik dan intelektual.
 
Somalia: 3,5 juta muslim di ujung tanduk
Sebagaimana dilaporkan oleh harian Irish Times, “Tidak kurang dari 3,5 juta warga Somalia berada dalam kondisi mengkhawatirkan, dimana tidak ada makanan, pelayanan kesehatan yang memadai, maupun keamanan.” Wartawan tersebut juga melaporkan bahwa dibawah perlindungan Persatuan Pengadilan Islam (Union of Islamic Courts), negeri Somalia justru menikmati masa ‘keadilan hukum, keamanan bagi semua warga Somalia.” Namun ini semua berubah drastis, ketika Amerika mengirim bonekanya Ethiopia untuk menyerbu Somalia dengan satu tujuan, yaitu menggulingkan Persatuan Pengadilan Islam. Sejak saat itu, pertempuran masih terus berkecamuk antara ‘pemerintah federal transisi’ yang dipimpin oleh Sheikh Sharif Ahmed, melawan ‘Al Shabab’ , yang berjuang untuk menerapkan Syariat Islam. Sebagai reaksi terhadap tekanan umat Islam, Amerika mengirim pasokan senjata untuk memperkuat rezim Sharif Ahmad yang terancam untuk digulingkan oleh kelompok yang ingin menerapkan Syariat Islam. Seorang pejabat AS mengatakan kepada harian Washington Post, “ Keputusan telah dibuat di tingkat tertinggi bahwa pemerintah federal somalia tidak boleh jatuh, dan semua upaya akan dilakukan untuk memastikan agar pasukan keamanan pemerintah somalia mampu bertahan melawan para pemberontak.” Pejabat yang tidak disebut namanya juga menambahkan bahwa pengiriman senjata dan amunisi akan sampai di ibukota Somalia, Mogadishu dalam bulan ini.
 
Serangan terhadap Muslim di Perancis dan Jerman
Di Eropa, umat Islam menyaksikan larangan terhadap pemakaian busana muslimah Burka oleh Perancis dan pembunuhan terhadap muslimah yang sedang hamil di dalam pengadilan di Jerman. Di Perancis, Presiden Sarkozy mengatakan,”Burka bukan simbol agama, ia adalah simbol perbudakan,’ katanya dihadapan anggota dewan perwakilan yang berkumpul untuk mendengarkan pidatonya. Ia lalu juga mengatakan bahwa ‘Burka tidak akan ditolerir penggunaannya di wilayah Republik Perancis.” Pernyataan ini merupakan tanggapan terhadap keprihatinan 65 wakil rakyat Perancis yang meminta komisi dewan perwakilan untuk meneliti apakah wanita muslim yang mengenakan Burka di hadapan khalayak umum mengancam hak asasi wanita dan tradisi sekuler Perancis. Para wakil rakyat ini terdiri dari perwakilan Komunis, dan perwakilan dari partai Sarkozy.
 
Seruan Sarkozy langsung mendapat dukungan dari perwakilan partainya yang saat ini menguasai pemerintah, tapi ditolak oleh partai Sosialis (sebagai partai oposisi saat ini). Hal ini bukanlah pertama kalinya terjadi di Perancis, mengenai busana muslimah. Pada tahun 2004, Perancis mengeluarkan UU yang melarang wanita mengenakan kerudung di sekolah-sekolah negeri dan kantor pemerintah. Sungguh mengecewakaan bahwa Perancis yang mendengungkan kebebasan beragama dan toleransi, ternyata tidak diterapkan pada umat Islam sendiri yang tinggal di Perancis.
 
Di Jerman, Marwa al-Sherbini ditikam hingga meninggal di dalam sesi pengadilan yang sedang berlangsung sebanyak 18 kali. Anehnya, polisi jerman juga justru menembak suami Marwa yang sedang berjuang menyelamatkan istrinya ketimbang membekuk pelaku penikaman. Di Jerman, sebagaimana di Perancis dan negara Eropa lainnya, emosi anti Islam memang sedang menghangat dalam 1 dekade terakhir. Maka tidaklah heran ketika pembunuhan seperti itu bisa terjadi, mengingat iklim kebencian yang sedang berkembang di sana.
 
Cina: Kerusuhan sebagai balasan terhadap terbunuhnya muslim di bulan Juni
Di bulan Juni, massa warga Cina suku Han membunuh dua pekerja muslim (suku Uighur) di kota Shaoguan propinsi Guangdong Selatan. Peristiwa ini menyulut aksi balasan antara muslim Uighur dan warga Cina suku Han, termasuk pasukan keamanan Cina di Urumqi, ibukota Turkistan Timur, yang kini diduduki Cina dan dinamakan Xinjiang.
 
Pejabat Cina mengatakan 156 warga telah tewas, kebanyakan diantara mereka adalah warga Han yang meninggal di hari Minggu. Kelompok Uighur mengatakan sebaliknya dimana mayoritas yang meninggal adalah warga Uighurs. Pada hari Selasa sekitar 200 wanita Uighur menghadapi pasukan anti huruhara Cina untuk membebaskan lebih dari 1400 warga yang ditahan akibat kekerasan di hari Minggu tersebut. Setelah itu, ratusan warga Cina suku Han merangsek jalan-jalan di Urumqi dan merusak toko-toko yang dimiliki umat Islam.
 
Sejak April 1996, lebih dari 57 ribu warga muslim Uighurs telah ditahan dan sekitar 1700 diantara mereka dihukum mati. Pemerintah Cina juga meningkatkan razia terhadap aktifitas agama yang ‘tidak mendapat ijin’. Eksekusi mati terhadap 30 warga muslim di bulan Februari 1997 juga sungguh brutal. Pemenjaraan adalah salah satu alat yang digunakan pemerintah Cina untuk menindas muslim dan Islam. Mereka membakar Quran dan melarangnya. Mereka juga melarang aktifitas keagamaan dan melarang bahasa Uighurs (yang menggunakan huruf Arab). Pemerintah Cina juga melakukan kebijakan transmigrasi untuk memperbanyak kehadiran etnik Han di Xinjiang sehingga mengurangi tingkat mayoritas warga Uighurs di sana. Pada tahun 1949, warga Cina suku Han hanya sebesar 2-3% saja, tetapi kini mereka sudah mencapai 50% dan menguasai semua lini perdagangan.
 
Peningkatan intensitas operasi militer AS di Pakistan dan Afghanistan
Di Afghanistan, pasukan pendudukan AS melancarkan serangan darat yang melibatkan helikopter tempur, tank, dan 4 ribu marinir. Serbuan massal ini dikoordinasikan dengan pesawat tempur tidak berawak yang lepas landas dari Pakistan dan menewaskan 115 warga. Lebih jauh lagi, pemerintah Pakistan mengijinkan serbuan udara yang menewaskan 24 warga di wilayah Swat dan Waziristan. Hal ini belum ditambah peran Pakistan yang membantu usaha Amerika yang menyebabkan terjadinya 2 juta pengungsi. AS dan Pakistan justru bekerjasama untuk mencekik umat, yang berjuang melawan pendudukan Amerika. Apa yang terjadi di Afghanistan adalah bukti bahwa AS tidak mampu memperbudak umat begitu saja, tanpa bantuan dari rezim pemerintahan muslim pengkhianat seperti rezim Zardari yang kini berkuasa di Pakistan. Apa yang AS perbuat di Pakistan memang berbeda dari apa yang ia lakukan di Iraq, dimana AS menggunakan bantuan negara tetangga seperti Iran dan Syria untuk menghadapi perlawanan umat Islam.
 
Pengepungan Palestina: Kematian yang menyengsarakan
8 bulan telah berlalu sejak pembantaian yang dilakukan Israel terhadap muslim di Gaza. Meskipun bom sudah berhenti berjatuhan –dan media juga sudah tidak meliputnya kembali– pembantaian terhadap Gaza masih berlangsung. Ketimbang menggunakan bom, Israel menggunakan taktik pengepungan yang mematikan. Contohnya, karena muslim tidak dibolehkan memiliki akses terhadap bahan bangunan, maka mereka harus hidup di tenda. Sebagaimana direkam dalam sebuah film dokumenter yang diudarakan oleh harian Inggris The Guardian, seorang ayah harus tetap terjaga sepanjang malam untuk melindungi anak-anaknya dari terkaman binatang liar! Siapapun yang bisa berperan sebagai pengamat yang obyektif akan melihat bahwa tindakan brutal yang dihadapi umat di palestina adalah akibat langsung dari pendudukan Israel, seperti antrian di pos perbatasan hingga berjam-jam, melihat secara pasrah aksi yang dilakukan buldozer Israel dalam menghancurkan rumah warga dan pohon-pohon zaitun yang merupakan sumber penghasilan warga palestina, atau menderita terhadap teror pasukan israel yang merazia rumah-rumah warga di tengah malam. Sebagaimana terlihat dalam acara TV ’60 Minutes’ pasukan Israel bisa seenaknya memasuki rumah warga secara paksa dan menggunakannya sebagai pos komando operasi.
 
Situasi muslim di Palestina sungguh merupakan refleksi terhadap pentingnya memiliki Khilafah. Muslim dulu pernah mengontrol wilayah tersebut tanpa jeda sejak jaman Khalifah Umar bin Al-Khattab (ra) hingga kedatangan pasukan Salibi.Seruan untuk membebaskan Al Quds pun dikumandangkan oleh Salahudin Ayyubi yang berjuang dengan gagah berani dan dengan seijin Allah, telah berhasil membebaskan Al Quds. Supremasi Islam pun kembali berlanjut hingga datang ke masa pemerintahan Khilafah Ottoman (Uthmani), yang pada akhirnya melemah karena tanggungan hutang yang membesar. Pergerakan Zionis pun mengambil kesempatan dari lemahnya keuangan kekhilafahan dan berusaha untuk membeli Al Quds. Namun, bagaimanakah tanggapan Khalifah Sultan Abdul Hamid terhadap tawaran ini? Apakah dia langsung naik kereta ke London untuk menerima tawaran tersebut dan menikmatinya sebagaimana apa yang dilakukan penguasa muslim saat ini? Tidak, dia sama sekali tidak! Dengan tegas, beliau bahkan tidak mau bertemu dengan pemimpin gerakan Zionis dan menyatakan bahwa tanah Al Quds telah terbasahi oleh darah para syuhada dan mujahideen, maka akan terlalu murah untuk ditukar dengan kekayaan apapun. Sungguh suatu bentuk kepemimpinan yang kini sulit ditemukan dari sekitar 50 an negara muslim sekarang ini.
 
Mudah-mudahan ALLAH membantu kita meneruskan kembali kehidupan Islam dengan kembalinya Khilafah Rashidah sesuai dengan metoda politik dan intelektual yang dicontohkan rasulullah saaw. Semoga ALLAH mengijinkan generasi berikutnya untuk bisa hidup dibawah naungan Khilafah, terlindungi dari penindasan dan pendudukan.
 
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” [An-Nur24:55]